KABAR DARI ACEH

Terkait Pergub Fakar Hukum Jelaskan Ini

Banda Aceh – Aceh Monitor Com.Undang-Undang Mensyaratkan RAPBD Dapat Dipergubkan bilamana syarat melebihi Waktu 60 hari kerja setelah RAPBD disampaikan kepada DPRD belum juga mendapat persetujuan bersama antara kepala Daerah dan DPRD sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 313 Ayat (1) UU No 23 Tahun 2014, setelah terlebih dahulu tercapainya Kesepakatan Bersama antara DPRD dan Kepala Daerah tentang KUA dan PPAS yang dituangkan Dalam Nota Kesepakatan.

“Bilamana KUA dan PPAS belum mendapat kesepakatan bersama yg dituangkan dalam Nota Kesepakatan, maka Pasal 313 ayat (1) sebagaimana dimaksud diatas yang memberikan kewenangan kepada Kepala Daerah Untuk mempergubkan APBD bilamana 60 hari kerja belum mendapat persetujuan bersama tidaklah dapat berlaku, karena KUA dan PPAS yang menjadi prasyarat utama sebagai dokumen pendukung (selain RKPD) dalam penyusunan RAPBD belum mendapat persetujuan bersama ” jelas Kurniawan S,SH, LL.M kepada Aceh Monitor Com . Senin 05/03/18.

Menurutnya , sebagaimana yang diamanatkan dalam pasal 310 ayat (1) UU 23 Tahun 2014 yang berbunyi bahwa “Kepala Daerah Menyusun KUA dan PPAS berdasarkan RKPD sebagaimana dimaksud pasal 265 ayat (3) dan diajukan kepada DPRD untuk dibahas bersama.

Selanjutnya “KUA serta PPAS yang telah disepakati kepala daerah bersama DPRD menjadi pedoman perangkat Daerah dalam menyusun Renja dan Anggaran SKPD”.

“Dengan demikian, pembahasan RAPBD tanpa disertai dengan KUA dan PPAS yang telah mendapat persetujuan bersama antara DPRD dan Kepala Daerah yang tertuang dalam Nota Kesepakatan, secara yuridis tidaklah dapat dipergubkan meskipun telah melebih 60 hari kerja pasca diserahkannya dokumen RAPBD kepada DRPD, karena KUA PPAS yang merupakan prasyarat utama (selain RKPD) sebagai dokumen pendukung belum mendapat persetujuan bersama “sebutnya.

Hal ini tegas diamanatkan dalam Pasal 311 ayat (1) bahwa “Kepala Daerah wajib mengajukanRaperda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD sesui dengan waktu yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memperoleh persetujuan bersama.

“Jadi secara yuridis keberadaan KUA dan PPAS (yang terlebih dahulu mendapat persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD) merupakan suatu keniscayaan (tidak boleh tidak) keberadaannya dalam pembahasan RAPBD. Dengan kata lain, tidak akan adanya pembahasan RAPBD tanpa terlebih dahulu disepakatinya KUA dan PPAS oleh Kepala Daerah bersama DPRD (yang disusun berdasarkan RKPD) “ungkapnya lagi.

Kurniawan menambahkan , selanjutnya Pasal 311 ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah semakin mempertegas yang mengamanatkan bahwa . Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas Kepala Daerah bersama DPRD dengan berpedoman pada RKPD, KUA, dan PPAS untuk mendapat persetujuan bersama.

Pembahasan RAPBD tidak boleh tanpa didukung oleh dokumen KUA dan PPAS yang sah menurut UU (dgn terlebih dahulu mendapat persetujuan bersama) sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 310 ayat (1) dan Pasal 311 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014.

“Bilamana RAPBD Aceh di tetapkan dengan Peraturan Gubernur, maka ada prosedur yang dilampaui yaitu pembahasan RAPBD yang tidak disertai dengan KUA dan PPAS yang telah mendapat persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD sebagaimana yang diamanatkan dlam Pasal 310 ayat (1) dan Pasal 311 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ” ujarnya.

Dengan demikian, secara hukum Pergub tersebut “Dapat diajukan Pembatalan” melalui mekanisme “Judicial Review ke Mahkamah Agung (MA)” dengan Posita (alasan gugatan) karena penetapan Peraturan Gubernur (Pergub) tersebut melanggar (tidak sesuai) dengan prosedur/mekanisme sebagaimana yang diatur dalam Pasal 310 ayat (1) dn Pasal 311 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Tutup Kurniawan. (rel)

 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Populer

To Top
error: Content is protected !!